My Profile

My photo
Jakarta and Bandung, Indonesia
Just an engineer who loves what she does and does what she loves (engineering stuffs not included)

My Time

My Living Room


ShoutMix chat widget

Who Visit Me

Kasih Makan Ikan Saya yaa!!

My Followers

Monday, December 28, 2009

Alay Seksi (Bagian 1)

Barbara memiliki banyak hobi, dari mulai akting, nyanyi, sampai modeling. Namun dua hobi yang paling dia sukai adalah dugem dan bergaul. Sementara kekasihnya, Sumanto, sebaliknya. Hobinya adalah berada dalam ketenangan untuk sekedar membaca, memperhatikan gerak-gerik orang, sampai mencari mangsa tentunya. Mereka memang pasangan yang sangat berbeda sifatnya.

Seperti malam itu, Barbara tengah bersiap untuk pergi dugem di tempat paling hip. Sementara Sumanto lebih memilih untuk pergi ke sebuah kampus. Kampus adalah tempat yang paling ia suka untuk mencari mangsa pada malam hari. Ada beberapa kampus yang sampai tengah malam, bahkan sampai pagi lagi, masih banyak saja mahasiswa yang tinggal, baik untuk mengerjakan tugas, bikin contekan untuk kuis atau ujian, nebeng internetan, atau sekedar kongkow dan mengobrol sembari gi-gitar-an.

Menurut Sumanto, darah mahasiswa rasanya lebih segar dan enak. Apalagi darah mahasiswi cantik, lebih manis. Sementara darah mereka yang ber-IP tiga koma lima ke atas lebih encer dan cepat mengenyangkan, jadi sisanya bisa dibungkus dan dibawa pulang.

Tak jarang pula Sumanto menemukan mangsa yang sedang berada di dalam mobil. Kalau sudah begini, namanya juga vampir yang beringas bertemu dengan korban ketakutan yang meronta-ronta, maka mobil TKP pun goyang-goyang. Ternyata fenomena mobil goyang tidak melulu identik dengan kegiatan tertentu di dalamnya.

Satu lagi perbedaan yang mendasar adalah Sumanto masih meminum darah manusia sementara Barbara vegetarian alias tidak mengonsumsi darah manusia.

Barbara bersama Jessica, sahabatnya sekaligus teman sekosannya, sudah siap dengan setelan mereka: atasan ngatung dan celana jeans hipster. Bukannya mau sok seksi, hanya saja agar mereka bisa lebih bebas bergerak saat ajojing dan tidak gerah.

Mereka akan ke tempat dugem dengan angkot. Berdirilah mereka berdua di pinggir jalan, nyegat angkot. Tak berapa lama, angkot yang mereka ingin naiki sudah tiba di depan mereka. Kalau tempat di samping supir angkot kosong, mereka pasti duduk di depan. Sayangnya, tempat duduk itu sudah ada yang mengisi.

Mereka pun memutuskan untuk duduk di deretan kursi di bagian belakang. Karena celana yang hipster dan baju yang ngatung, maka saat mereka masuk ke dalam angkot dan berjalan menunduk untuk mencari tempat duduk, sebisa mungkin tangan mereka menarik bagian belakang celana masing-masing agar menutupi belahan pantatnya atau mencegah agar celana dalamnya tidak terlihat.

Tidak sampai setengah jam, mereka sudah tiba di tempat dugem kekinian yang mereka tuju. Malam sudah hampir larut, oleh karena itu suasana di sana sudah mulai penuh sesak.

Setelah mereka masuk, dimulailah hobi Barbara untuk berbaur dan berkenalan dengan sebanyak mungkin orang. Maklum, ia juga memiliki usaha MLM. Jadi memperluas jaringan adalah hal yang harus selalu dilakukannya.

Mudah bagi Barbara untuk berbaur dengan orang, karena ia memang lumayan cantik.

Seseorang menghampiri dan menyapanya, “Hai!”.

“Hai!” Barbara sontak menyahut dengan ramah.

“Seronok?” tanya laki-laki itu yang kepalanya botak dan kulitnya putih bersih.

“Hah?” Barbara tak mengerti. Dalam hatinya ia berpikir, apakah orang ini ngomong jorok?

“Hmm...” Pria botak itu tampak berpikir. “Bersenang-senang kah?” tanyanya kembali dengan logat yang dipaksakan.

“Ooohhh... iya. Sangat!” Barbara menangkap ada yang berbeda dari nada bicaranya.

“Sayeu Putera Kelantan, pemilik kelab ni,” katanya tanpa menunjukkan kalau ia pamer.

Mata Barbara berbinar-binar. Pucuk dicinta ulam pun tiba, ia pun langsung berkenalan dengan orang nomor satu di tempat itu. Dan benar pula dugaannya. Dilihat dari cara berbicaranya, ia bukan orang Indonesia.

Mereka langsung akrab. Bahkan si Putera Kelantan, atau para bawahannya memanggilnya dengan Pangeran Kelantan, menceritakan seluruh kisah hidupnya. Ternyata Pangeran Kelantan pernah mengawini skuter (selebriti kurang terkenal) Indonesia yang tidak bisa berbahasa Indonesia dengan lancar. Namanya Manowar. Ibunya memang fans berat dari Manowar, sebuah band heavy metal tahun 80an. Untung saja namanya masih ramah di telinga. Bayangkan betapa kasihan si anak apabila sang ibu nge-fans-nya dengan band bernama Wacky Mecky Blues Band!

Pada awal kemunculannya, Manowar (dan ibunya) sering mengundang para pencari berita gosip untuk menyebarkan berita tentang kehidupan pernikahannya yang merana. Memang sih mengeluarkan banyak modal pada awal kemunculannya. Namun akhirnya usaha ibu dan anak itu menuai hasil. Manowar menjadi bintang sinetron kelas D yang namanya dikenal di kalangan pengikut berita gosip.

Namun lama kelamaan Manowar tampak tenggelam dari peredaran. Wajahnya yang biasa muncul di acara-acara kemanusiaan – yang ia buat sendiri untuk mendongkrak namanya – sudah jarang terlihat lagi. Alih-alih wajahnya yang keluar mengisi media, wajah ibunya lah yang semakin eksis. Menyurutnya Manowar di kancah hiburan dalam negeri bisa jadi karena beberapa hal berikut: 1. Badannya semakin menggemuk nan menggelambir, 2. Ia tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik karena itu tak bisa pula berkomunikasi dengan para kru dan tak bisa melafalkan dialog dengan fasih, 3. Ia memasang harga terlalu mahal (dimana sinetronnya yang terdahulu bahkan tak memenuhi target rating), 4. Wajahnya yang semakin terlihat seperti 30 tahun padahal usianya belum sampai 20 tahun, 5. Ia memang tidak bisa akting saja!

“Adeukah seronok sangat tempat ni buat kiteu dance?” tanya Pangeran Kelantan.

“Iya datuk. Sangat seronok. Besok-besok free pass ya!” katanya SKSD.

Mereka pun berpisah dan Barbara langsung clingak-clinguk mencari kira-kira siapa lagi yang bisa ia jadikan teman atau sekedar kenalan.

Tapi Barbara kebelet pipis. Pergilah ia ke WC wanita. Saat keluar dari WC, tak dinyana, ia bertabrakan dengan seorang pria yang baru saja keluar dari WC pria yang letaknya berhadapan dengan WC wanita.

“Aduh!” Barbara jatuh terduduk karena bertubrukan dengannya.

“Hmm... Tubuhnya kencang juga,” pikir Barbara dalam hati.

Laki-laki itu membantunya untuk bangun. Dan disanalah tatapan mereka bertemu untuk pertama kalinya. Tak seperti kekasihnya, Sumanto, yang berkulit pucat, pria ini berkulit cokelat matang. Sangat seksi. Ada belahan di dagunya, macam Lorenzo Lamaz. Ia mengenakan kaus putih ketat sehingga memperlihatkan otot lengannya yang aduhai. Di tambah lagi dengan sorotan lampu disko, yang semakin mempertegas otot perutnya yang prima.

Saat tatapan mereka bertemu, Barbara berdebar-debar. Namun ia tak ingin meneruskan keberdebar-debaran itu. Ia takut selingkuh. Maka ia pun langsung meninggalkannya tanpa mengucapkan terima kasih.

Terkadang Barbara suka mabuk kepayang kalau melihat sosok pria tampan. Maka ia biasanya butuh udara segar untuk mengembalikan kesadarannya. Barbara pun keluar dari gedung kelab itu. Angin malam yang kencang menerpa rambutnya. Macam di pantai saja.

“Hei!” tiba-tiba ia dikagetkan oleh sebuah suara di belakangnya.

Barbara menoleh. Saat menoleh, rambutnya terkibarkan oleh angin malam yang cukup kencang. Merasa kurang seksi, Barbara pun dengan sengaja menggoyangkan-goyangkan kepalanya dengan lambat, agar rambutnya lebih terkibar lagi.

“Eh... hai!” jawab Barbara kikuk. Ia berhenti menggoyang-goyangkan kepalanya saat ia merasa agak pening.

“Kenapa kau keluar?” Pria itu bertanya sok akrab. Suaranya serak-serak basah.

“A-aku mencari udara segar. Di dalam pengap sekali.” Barbara menjawab dengan tambah kikuk karena tubuh atletis pria itu lebih kentara di bawah sorotan lampu tempat parkir.

Laki-laki itu berjalan sedikit-sedikit menghampirinya.

“Boleh kenalan?” Ia bertanya.

“B-boleh!” Barbara menjawap gugup.

Saat ia sudah berjarak satu langkah dari Barbara, ia menjulurkan tangannya.

“Aku Andrew Laysen!” katanya sambil dipertegas dengan sorot mata yang tajam. “Tapi biasanya orang-orang memanggilku Alay.”

“Barbara!” sahut Barbara menyambut jabatan tangannya.

“Ah nama yang indah.” Alay seperti teringat sesuatu, “Tapi kok kaya nama travel ya?”

“Mungkin maksudmu itu adalah Baraya?!” Barbara mengoreksi.

“Oh ya, maaf,” Alay tertawa kecil. “Maaf, soalnya aku baru saja pindah ke sini.”

“Memangnya kamu dari mana?” Barbara bertanya.

“Aku dari Grobogan.”

“Ooooh... pantas ganteng!” Barbara spontan berteriak tanpa kendali.

“Ha?” Alay tampak tak mengerti.

“Eh... maaf maksudnya...” Barbara mencoba mengoreksi kata-katanya. “Aku punya beberapa teman dari Grobogan, dan euh... semuanya ganteng-ganteng. Bukan berarti kamu ganteng juga ya, dan bukan berarti kamu punya badan bagus, eh... tapi... ah sudahlah lupakan saja” Barbara salting. Alih-alih menatap pria di hadapannya, wajahnya dihadapkannya ke arah angin berhembus, agar rambutnya terkibar ke belakangnya.

Alay tersenyum kecil. Namun tatapan matanya semakin dipertajam. Alisnya yang lebat mempermudah usahanya untuk mengendalikan sorot matanya. Dalam hatinya sudah tumbuh bulir-bulir asmara.

Alay kemudian melancarkan aksinya dengan menanyakan facebook dan nomor telepon Barbara. Tapi Barbara jual mahal dong. Ia tidak balik menanyakan facebook dan nomor ponsel Alay. Pertemuan mereka berlalu begitu saja.

Barbara tiba di kosannya pukul 3 pagi. Untung angkot Kalapa-Dago standby 24 jam.

Sebelum tidur, tak lengkap rasanya kalau Barbara tak menelepon atau meng-SMS sang kekasih. Namun setelah mengirim SMS-nya yang terakhir yang berisi “Meth bobo ya chayank. ILU IMU INU ;)”, Barbara merasa sangat ingin menghubungi orang lain. Orang yang baru ditemuinya namun sudah memenuhi benak dan rongga jiwanya. Dia sangat ingin menghubungi Alay.

Namun tentu saja ia tak bisa melakukannya karena ia tak memiliki nomornya. Ia pun memejamkan matanya. Siapa tahu besok sosok itu akan bisa dilupakannya.

Baru saja beberapa menit Barbara memejamkan mata, ia disadarkan oleh sebuah bunyi dari ponselnya. Ada SMS masuk. Barbara meraih posel yang berada di samping bantalnya. Ia membuka fitur SMS-inbox dan melihat apa isinya.

Di sana tertulis nomor tak dikenal.

Saat dia buka, begini isinya:

“HiY,,, niY 4L4yZ!!!,,, mAzicH iNg3tH gK???,, q-mO3 o3DacH bO2 bLo3Mz???,,, b-LecH n9oBz2???,,, wkwkwk,,,”

Ah ternyata SMS itu dari Alay!

(Bersambung…)

Tentu saja Alay tidak seperti ini

Saturday, December 19, 2009

Kualat Saya!: Bulan Baru (Bagian 2)

(Cerita sebelumnya…)

“M-mau apa kamu kesini? Ini kan kos-kosan perempuan?” Walaupun takut, Barbara mendekati pria itu.

“Aku adalah vampir. Dan aku jatuh cinta padamu sejak pertama kali melihatmu! Wajahmu mirip idolaku, Ratu Felisha.”

Barbara tersipu. Sebenarnya dia agak tidak terima dibilang mirip Ratu Felisha, karena dia merasa mirip Luna maya.

“Aku juga jatuh cinta padamu karena kau sangat berani menyusuri kuburan itu hampir setiap tengah malam. Kau cewek pemberani!” Sumanto memujinya.

Barbara semakin ge-er. Karena Sumanto berwajah tampan dan berbadan bagus, Barbara pun langsung balik jatuh hati padanya.

Sumanto

Merasa sudah cukup kenal, Sumanto mengajak Barbara untuk terbang bersamanya. Ya! Terbang betulan. Sumanto ingin sekali menunjukkan dunia ini dari atas kepada Barbara. Maka ia pun menggendong Barbara dan terbang menclak-menclok dari satu pohon ke pohon yang lain.

Ah, Barbara sangat senang. Namun lama-kelamaan, dia mual juga. Selain mabuk udara, Barbara juga masuk angin, efek dari terbang malam-malam pake tanktop. Karena kondisi Barbara yang mulai mengkhawatirkan, maka Sumanto memutuskan untuk mengakhiri perjalanan mereka malam itu.

Sesampainya di daratan, Barbara muntah-muntah di semak-semak. Saat muntah-muntah itu, Sumanto membantu menyibakkan rambut ekstensinya itu. Sumanto tergiur melihat lehernya yang putih dan mulus. Bukan apa-apa, dia hanya merasa lapar saja.

Namanya juga vampir, kalau melihat leher apalagi yang putih mulus tak berdaki, bawaannya ingin mencicipi darah yang mengalir di dalamnya. Begitupun yang terjadi padanya. Tanpa tedeng aling-aling, Sumanto menggigit leher Barbara. Barbara yang mabuk, menurut saja. Namun karena Sumanto mencintai Barbara, dia tak mau menghabisi darahnya. Dia ingin menjadikannya vampir juga sebagai teman hidupnya. Barbara pun dengan senang hati (karena dalam kondisi tak sadar) menyerahkan dirinya untuk jadi vampir.

Keesokan harinya Barbara bangun dengan perasaan gundah. Dia memikirkan bagaimana kalau nanti keluarga dan semua temannya mati, sementara dia masih hidup. Bakalan garing sekali hidupnya!

Aaah, dia merasa menyesal telah menyerahkan dirinya hanya untuk menjadi seonggok vampir. Lagian percuma juga menjadi vampir di Indonesia, tidak bisa nakut-nakutin orang! Wong orang Indonesia lebih takut sama pocong dan kunti.

Dia mengingat kata-kata ibunya di Garut: “Kalau ada vampir yang mau menjadikan kamu vampir juga, jangan mau ya, Nak!”

Barbara semakin menyesal karena melupakan nasihat ibundanya. Dia merasa menjadi seorang anak yang kualat.

Namun daripada pusing, mendingan nonton Insert. Sudah jam 11 nih. Dinyalakan tv-nya. Eh ada berita tentang Sheila Marsia yang sedang hamil. Barbara pun seketika merasa menjadi sahabat Sheila Marsia. Dia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Sheila. Mungkin kondisi Sheila dulu sama dengannya, tengah mabuk saat dihamilin.

Seharian Barbara terpekur sendirian di kosannya. Semua jendela ditutup karena dia sudah tak kuat menghadapi sinar matahari. Sumanto sedang tidur di dalam lemari. Semakin gelap, semakin bagus untuknya. Akibatnya, tempat tidur Barbara penuh oleh barang-barang yang dikeluarkan dari lemarinya.

Walaupun menyesal telah menjadi vampir, toh nasi sudah menjadi bubur. Maka meski merasa kualat, dia memutuskan untuk menikmati saja hidupnya yang masih lama akan berakhir. Diperkirakan dia dan vampir lainnya akan musnah pada saat kiamat. Namun kiamat masih lama, paling cepat tahun 2012 yang masih tiga tahun lagi, sehingga dia memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan bersantai dan menonton televisi seharian.

Tak terasa hari sudah malam. Ini adalah malam minggu. Barbara pun bersiap bergegas menuju jalan Dago. Di sana pasti sudah berkerumun ABG-ABG labil yang kerjaannya ngamen dan bikin macet.

“Ah pasti darah mereka segar! Darah muda gitu loh... Darahnya para remaja!” pikir Barbara.

Musik Rhoma Irama mengiringi kepergiannya.

Kualat Saya!: Bulan Baru (Bagian 1)

Pada suatu tengah malam yang berkabut, seorang gadis cantik ber-hair extension menyusuri jalan setapak yang diapit oleh dua lahan luas yang dijejali gundukan tanah dan nisan.

Lolongan anjing tak membuatnya gentar. Dia anggap saja itu sebagai suara Shakira. Mirip soalnya. Hembusan angin malam tak membuat tatanan rambutnya berubah. Itulah kelebihannya hair ekstensi. Tidak seperti rambut asli, rambut sambungan itu kaku, sehingga tatanannya tetap eksis.

Walaupun demikian, angin tengah malam tetap membuat tubuhnya merinding, kedinginan. Memang salah dia juga sih, sudah tahu akan melewati kuburan malam-malam, dia tidak membawa cardigan. Alih-alih memakai baju yang bisa menghangatkan, Barbara malahan memakai tanktop dan rok mini, lengkap dengan high heels-nya. Rupanya dia keseringan nonton film-film Indonesia-berjudul-vulgar-nan-berkualitas-sinetron, dimana karena buruknya cerita dan aktingnya, maka satu-satunya yang menjual adalah wilayah dada dan paha para pemeran perempuannya.

Sebuah pertanyaan besar menggelayut: ‘apa yang dilakukannya malam-malam di kuburan?’. Mau minta wangsit kah? SDSB kan sudah tidak jaman, Neng!

Yah namanya juga cerita horror. Maka beginilah bagaimana biasanya sebuah kisah horror bermula: lalakon yang menghampiri tempat gelap, seram, dan sepi. Suasana seperti itu cocok untuk membuat para penikmat cerita horror berdiri bulu kuduknya (omong-omong, kalau cerita horror bisa membuat bulu kuduk berdiri, maka bagian manakah yang berdiri kalau sedang menikmati film porno?).

Barbara memang harus melewati kuburan itu setiap malam untuk pulang ke kosannya. Ini adalah bulan baru, jadi gadis itu baru saja gajian. Namun walaupun dompet dan rekeningnya sudah terisi kembali, dia enggan naik ojeg untuk melewati kuburan itu. Ojeg sekarang mahal. Pengiritan, katanya.

Sembari kakinya melangkah, terngiang-ngiang di telinganya apa wejangan dari Jessica, teman kosan sekaligus sahabatnya. “Kalau melewati pohon rambutan di tengah kuburan, jangan menoleh!” begitulah nasihatnya.

Namun beginilah efek psikologisnya: saat seseorang diberi peringatan ‘jangan!’, maka orang itu justru akan melakukannya. Contohnya adalah Lady Gaga. Kenapa dia tidak pernah terlihat memakai celana panjang? Karena semua orang bilang ‘hei, jangan pake celana dalem doang dong!’ padanya. Maka begitulah jadinya. Setiap hari Lady Gaga hanya memakai celana dalam saja.

Maka berhentilah Barbara, tepat saat dia melewati pohon rambutan itu. Ada bunyi gemeresak datang dari arah sana. Suara gemeresak itu datang dari salah satu dahannya, beberapa sentimeter di atas kepalanya. Dia pun mendekatinya dengan ragu-ragu. Semakin dekat dia dengan pohon itu... semakin dekaaatttt... Dia memberanikan diri untuk melongok untuk memastikan ada apa di atas dahan pohon besar itu.

“Gusrak!!” Bunyi yang terakhir itu sangat keras dan tiba-tiba.

“Kyaaaaa!!!” Barbara berteriak nyaring sok imut dengan ekspresi wajah datar. Persis seperti para pemeran film Hantu Ambulans.

“Ngeooong!” Ah ternyata itu hanya kucing yang seluruh tubuhnya hitam. Tak ada sesuatu yang berarti.

“Hhhh...” Barbara menghela napas panjang. Dia pun berjalan menjauhi pohon rambutan itu.

Sudah tampak di pelupuk mata apa yang menjadi tujuannya. Sebuah rumah besar yang tampak menyeramkan. Rumah itu adalah kosannya. Entah apa yang dipikirkan Barbara sehingga mau ngekos di sebuah rumah sangat besar dan kuno, di pedalaman sebuah kuburan, dengan ibu kos yang suka menyinden setiap jam dua malam.

Tepat disaat dia hendak memasuki gerbang rumah yang berupa pagar tinggi berjeruji dan mengeluarkan suara berderik saat bergerak karena tertiup angin, dia mendapati sebuah pemandangan yang membuat dadanya sesak.

Di depan pintu rumahnya, berdiri sosok pemuda. Ia mengenakan sebuah kemeja yang sama sekali tak dikancingkan, sehingga memperlihatkan dadanya yang bidang dan perutnya yang kotak-kotak. Celananya agak melorot sehingga memperlihatkan pelviksnya yang seksi. Laki-laki itu berwajah pucat, namun bagi Barbara dia sangat tampan. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam kantong celananya, menyisakan jari jempolnya yang tetap terlihat. Pemandangan seperti itu persis seperti iklan celana dalam pria.

“S-siapa kamu?” Barbara memberanikan diri bertanya.

“Aku Sumanto!” Pria itu menjawab dengan suara yang dalam dan tatapan yang merasuki jiwa setiap cewek ABG.

(Bersambung...)

Barbara

Friday, December 18, 2009

Si Kongkow (Bagian 2)

(Cerita sebelumnya...)

Selama beberapa tahun ke belakang, kelakuan si Kongkow semakin menjadi. Dia semakin suka dugem dan mabuk-mabukan. Dia semakin gemar main perempuan dan main laki-laki. Hidupnya semakin keblangsak. S2-nya memang sudah selesai (tanpa dia harus membuat sendiri thesis-nya), namun dia tak tahu kemana hidupnya akan bermuara.

Sampai suatu hari dia melihat kakaknya di sebuah infotainment. Waktu itu beritanya adalah tentang The Most Influential Boys of the Year. Di acara itu, kakaknya masuk 10 besar, tepatnya di posisi ke-7, diapit oleh Charlie ST12 di posisi ke-6 dan Ariel Peterpan di posisi ke-8. (FYI, untuk The Most Influential Girls- nya, di posisi ke-7 ditempati oleh Rani Juliani). Bahkan si Alim punya panggilan gaul. Semacam Ustad Jefry yang jadi UJ dan Abdullah Gymnastiar yang jadi AA Gym, namanya pun jadi punya singkatan, yaitu ‘triple A’ (dibaca: triple ‘ei’), yang adalah singkatan dari Aa Alim Asik.

Setelah melihat kenyataan yang ada, naiklah darah si Kongkow sampai ke kepala. Matanya memerah (karena memang semalaman dia begadang untuk dugem), badannya gemetar, dan jantungnya berdegup kencang (sebenarnya agak susah dibedakan antara apakah dia iri pada kakaknya atau karena dia baru minum Komix).

Tapi memang benar adanya, dia iri pada kakaknya yang telah ‘merebut’ impian dan cita-citanya untuk menjadi terkenal dan masuk televisi.

Si Kongkow memang tahu bagaimana caranya untuk ajojing di lantai dansa. Dia juga mahir bagaimana caranya merayu dan mengajak cewek-cewek (dan cowok-cowok) bermalam di rumahnya. Intinya, dia mendapat nilai A plus untuk urusan bersenang-senang. Satu hal yang tidak dikuasainya adalah... berkomunikasi! Ironisnya, dia adalah lulusan Fakultas Komunikasi!

Si Kongkow semakin tertekan karena dia tak tahu bagaimana mengutarakan perasaan iri pada kakaknya itu. Ia tak mau terlihat cemburu, karena menurutnya ‘nggak banget ajya!’ (alasan macam apa pula itu?). Maklum lah dia biasa bergaul dengan ABG, sehingga bahasanya pun labil.

Alih-alih curhat, dia memikirkan sendiri bagaimana caranya untuk menjadi tenar seperti kakaknya. Dia memutar otaknya yang tidak biasanya dia gunakan. Dia memeras otaknya yang kosong, yang bahkan kalau dia menggoyang-goyangkan kepalanya ada bunyi ‘klek klek’ kalau didengarkan secara seksama.

"Aha!” Suatu hari, si Kongkow akhirnya menemukan sebuah cara agar bagaimana dia bisa tenar, melebihi kakaknya sang superstar itu, tanpa harus susah payah bekerja.

Di lantai 13 apartemennya yang terletak di tengah kota Bandung (yang menurut saya, adalah sangat konyol ada apartemen di tengah kota Bandung) ia melihat city light yang berkelap-kelip seperti bencong Taman Lawang yang kerjaannya kedap-kedip.

Dia membuka pintu kacanya lebar-lebar sehingga dia bisa merasakan hawa dingin malam itu. Direntangkannya kedua tangannya lebar-lebar macam adegan di film Titanic. Dia mendekati dinding pembatas antara lantai apartemennya dengan udara kosong tanpa pijakan, dan mengambil ancang-ancang.

Adegan selanjutnya memang terinspirasi dari film Titanic. Di kepala si Kongkow terngiang-ngiang kata-kata "You jump I jump, remember?", yang setelah dia tanya kesana-kemari, dia akhirnya menemukan arti kata 'jump', Lompatlah dia. "Hup!"

Sembari meluncur, ia semakin merasakan angin yang menerpa wajahnya dengan kencang. Tak lama kemudian, ‘Bruk!’. Terdengar suara seperti suara bom dari luar apartemen itu.

Keesokan harinya dia masuk ke berbagai media: koran, radio, televisi, dan media online. Selain itu, dia pun masuk ke acara infotainment. Selebriti Indonesia dan wartawan infotainment jadi mengenal sosoknya. Dia pun menjadi bahan pembicaraan di berbagai situs jejaring.

Bahkan bisa dibilang dia adalah semacam trendsetter karena selama beberapa bulan ke depan banyak orang yang mencontoh apa yang dilakukannya. Selama beberapa bulan kemudian pula namanya terus-menerus disebut dan dibicarakan masyarakat.

Yah, paling tidak akhirnya sekarang si Kongkow tahu dimana muara hidupnya.

Si Kongkow (Bagian 1)

Alkisah ada seorang pemuda songong bin belagu. Panggil saja dia si Kongkow. Dia anak orang yang sangat luar biasa super kaya raya banget sekali. Bapaknya adalah pengusaha sukses yang memulai usahanya mati-matian dari menjual biji-bijian. Sebenarnya saya belum pernah melihat biji macam apa yang dijual oleh bapak si Kongkow. Yang saya tahu, biji itu sangat laku dan disukai.

Buah duren jatuh tidak jauh dari pohonnya, tapi kalau buah durennya menggelinding, itu lain soal. Begitupun si Kongkow dan bapaknya, sangat berbeda. Sementara bapaknya kerja pontang-panting, halilintar, dan kora-kora, memulai semuanya dari minus, si anak justru tak mengenal kata ‘kerja’. Setelah lulus kuliah di kampus yang mahalnya na’ujubile, dia meneruskan kuliah S2 di kampus yang lebih mahal lagi, dengan alasan ‘gue nggak tau musti ngapain’. Sudah mana harus bayar mahal untuk tes masuk (plus sogokannya), pendaftaran, uang gedung, sumbangan lala-lili, dan bayaran tiap SKS-nya (yang tentu saja memakai duit si Bapak), dia membayar mahal pula para dosen untuk mendongkrak nilainya. Akhirnya hampir semua nilainya B, namun otaknya pun B besar (alias bodoh, blah-bloh, bloon, dan bego).

Saban hari, kerjaannya bersenang-senang tanpa henti. Kalau orang lain bersenang-senang dengan cara belajar, pergi ke pengajian, beres-beres rumah, atau berkutat dengan pekerjaannya, si Kongkow malahan melakukan dugem untuk bersenang-senang. Sungguh cara bersenang-senang yang aneh dan tak lazim!

Cita-citanya hanya satu: menjadi terkenal! Entah itu menjadi artis sinetron (macam Dude Herlino), menjadi penyanyi dangdut (macam Indra Brugman), menjadi model (seperti Onky Alexander), menjadi penari salsa (macam Vena Melinda), atau bahkan menjadi anggota DPR (lagi-lagi... seperti Vena Melinda). Pokoknya apapun yang bisa membuatnya menjadi terkenal. Kalaupun dia tidak terkenal karena pekerjaannya, paling tidak dia ingin jadi terkenal karena menumpang nama lah (macam Oki Agustina).

Tapi bagaimana mungkin? Membaca saja ia sulit! Ini serius! Si Kongkow memang memiliki kesulitan dalam membaca. Bukan penyakit disleksia yang diidap Tom Cruise. Dia hanya... yahh... tidak bisa membaca dengan lancar saja!

Bukan salah si Emak mengandung, bukan pula salah si Bapak yang terlalu sibuk mencari duit buat keluarganya, bukan pula salah siapa-siapa si Kongkow jadi begitu. Salah asuhan? Bukan itu yang terjadi. Karena toh si Alim, kakaknya, jadi ulama lokal. Kerjaannya memberikan ceramah dan pencerahan pada anak-anak muda yang mau-sok-gaul-tapi-terlalu-bego-akhirnya-hamil-di-luar-nikah-atau-ngobat. Sudah soleh, ganteng pula abangnya itu.

Sebenarnya si Kongkow juga ganteng sih. Namun karena dia sok ganteng, jadinya gantengnya memudar.

Setahun... dua tahun... waktu begitu cepat berlalu. Rambut yang memanjang, sudah berkali-kali dicukur. Kuku yang memanjang sudah berkali-kali dipotong. Tuhan adalah perencana yang Maha Bijaksana. Itulah kenapa hanya dua itu yang dibuat-Nya memanjang. Bayangkan kalau gigi manusia juga memanjang! Hmm... cukup seram! Kalau begitu jangan membayangkan itu! Bayangkan saja apabila bulu ketek memanjang! Bukan pemandangan yang indah tentunya.

Seiring waktu berlalu, amalan dan usaha seseorang pasti berbuih (oh, itu mah ayan)... berbuah! Si Alim sang ulama lokal yang tampan dan charming, ternyata banyak disukai orang, terlebih lagi para tante girang. Si Alim akhirnya menjadi tenar. Bukan hanya menjadi ulama setempat, dia meng-Indonesia. Wajahnya suka muncul di televisi. Setiap ada acara besar, orderannya bertumpuk nan mengantri. Si Alim jadi ulama yang tenar dan kaya. Bahkan bisa dibilang dia sudah masuk dalam jejeran selebriti yang tampangnya bukan hanya muncul di acara-acara keagamaan di televisi, tapi juga di acara gosip.

Mungkin Anda berpikir, 'Ah... ini pasti kaya cerita di film Alexandria, niih! Si baik jadi buruk, yang buruk jadi baik. Basi ah!'

Silahkan berasumsi, namun... begini ceritanya (mata menerawang).

(Bersambung…)

 

Pink Girlz Blogger Template | Blogger Clicks Design