My Profile

My photo
Jakarta and Bandung, Indonesia
Just an engineer who loves what she does and does what she loves (engineering stuffs not included)

My Time

My Living Room


ShoutMix chat widget

Who Visit Me

Kasih Makan Ikan Saya yaa!!

My Followers

Monday, March 29, 2010

17 Agustus 1989

Susan melek tanpa aba-aba. Ia langsung menuju ke kamar Johan, teman satu kontrakannya yang masih asyik bermimpi bertemu Freddie Mercury.

Jo, bangun!” seru Susan sembari mengguncang tubuh Johan yang masih harot memeluk guling hingga nungging. “Lekas! Kita harus bergegas!”

Johan yang tadinya enggan membuka matanya, langsung bangun terduduk, lantas lari tunggang langgang ke kamar mandi meninggalkan Susan yang terbengong-bengong.

“Sial! Saya yang bangunin… dia yang duluan ngibrit ke kamar mandi!” umpat Susan.

Tak lama, dua sahabat itu sudah manis-manis dan wangi, siap untuk berkegiatan. Hari itu tanggal 17 Agustus 1989. Namun bukanlah hari kemerdekaan Indonesia yang membuat mereka sibuk dari pagi buta begitu, melainkan ada sebuah ajang internasional yang diadakan secara tahunan. Susan dan Johan sudah merencanakan dari jauh hari untuk ikutan.

Mereka menuju lapangan Tegalega dimana sudah berkumpul ratusan orang yang memadati setiap celah kosongnya. Peringatan acara itu diadakan di sana. Tentu saja itu bukan upacara bendera. Dari beberapa hari sebelumnya, bewara-bewara sudah kencang beredar mengenai acara hari itu. Dimana orang-orang diajak (lebih tepatnya dianjurkan) untuk berkumpul di beberapa meeting point di beberapa kota untuk melakukan ritual tahunan tersebut.

Johan membawa tas pinggang kecilnya yang diisi oleh alat dan bahan (praktikum kali ah, pake alat dan bahan) untuk acara itu. Sementara Susan memanggul tas ransel pink-nya yang dijejali pula dengan perlengkapannya plus bekal makanan dan minuman, serta beberapa perintil kosmetik dan tak lupa kamera. Tadinya dia juga mau bawa kasur, tapi agak ribet menggotongnya. Namanya juga perempuan, suka repot sendiri. Semuanya kepikiran.

Sesampainya di sana, Susan dan Johan menempati sebuah celah kosong, menghampar kertas koran, dan duduk manis di atasnya. Di kejauhan, di atas panggung sedang tampil Richie Ricardo kompak berkolaborasi apik dengan Ria Resty Fauzi. Di belakang panggung telah menanti beberapa penampil yang tak sabar untuk menghibur: Helen Sparingga, Poppi Mercuri, Dayu AG, dan yang lainnya.

Karena cukup jauh dari panggung, maka kepala Susan dan Johan mendongak-dongak agar jelas melihat para bintang tamu yang tampil. Namun usaha mereka kurang begitu sukses.

“Ah... kamu sih bangunnya telat!” maki Susan kesal. Bibirnya manyun.

“Huu... kamu yang mandinya lama!” balas Johan tak mau kalah.

Mereka pun berdebat kecil, tapi lucu.

Tak berapa lama setelah persembahan musisi-musisi, sang bintang utama pun naik ke atas pentas. Riuh rendah tepuk tangan membahana memenuhi udara.

“Wah, Idola kamu tuh, San! Eva!!” dengan semangat Johan mengingatkan Susan.

Sontak Susan meremas-remas lengan Johan sembari teriak histeris bercampur gemas (janganlah membayangkan yang diremas adalah bagian tubuhnya yang lain, lengkap disertai teriakan hiteris), “Huuuaaa... aduuuhhh cantik banget!! Seksiiiii!!!” Susan memang sangat mengagumi bintang satu itu. Ia pun sampai bersuit. Namun alih-alih siulan nyaring, yang keluar dari bibir manyunnya hanya buncahan air liur tanpa suara. "Pffftttt!!" begitulah bunyinya.

“Halooooo Tegalegaaa... gaa... ga...!!!” seru artis itu dari atas panggung menyapa para hadirin. Dilengkapi dengan echo yang membuatnya dramatis.

Susan agak bersyukur. Walaupun kelihatannya agak kecil karena jauh, namun paling tidak suaranya yang menggelegar karena sound-system membuatnya terasa dekat. Lumayan lah!

“Apa kabaaarr, Banduuuung... duung... dung...??!!” seru artis itu lagi seraya mengacungkan tangannya ke atas sehingga tersibaklah gumpalan rambut di bagian ketiaknya. Benar adanya... itu adalah bulu ketiak yang lebat dan terurus.

Artis kenamaan itu adalah Eva Arnaz. Ia mengucapkan beberapa bait kata pengantar, sampai akhirnya ia pun memberikan aba-aba.

“Siapkan kertas-nya... nya... nya...!!!”

Serentak semua orang mengikuti kata-katanya, mengeluarkan kertas berwarna putih.

“Oleskan gel-nya pada bagian yang diinginkan... kan... kan...!!” ia pun mengoleskan ke ketiaknya.

Tak semua orang melakukan persis seperti yang ia lakukan. Karena ada yang mengoleskan ke dada, kaki, tangan, perut, dan bagian-bagian tubuh lainnya. Tak ayal pula, ada yang sibuk mengoleskan ke balik selangkangan.

“Tempelkan kertasnya... nya... nya...!!!!”

Semua orang menempelkan kertas itu pada bagian yang telah diolesi gel tadi.

“Daaannn... ikuti aba-aba saya!! Saya akan menghitung sampai tiga!!! 1... 2... 3... yak tarik... rik... rik...!!!”

Bret!! Terdengar suara dari ketiaknya. Disusul suara 'brat! bret! brat! bret!' dari segala penjuru. Dan disusul pula dengan suara semacam “wadaw”, “aduh”, atau teriakan panjang yang terdengar pilu namun melegakan, “aaaaahhhh!!!”

Setelah itu terlihat Eva Arnaz tersenyum dan mengatakan, “Ingat kawan-kawan, hairless is flawless... less... less...!!”

Semua orang termasuk Susan dan Johan senyum-senyum manggut-manggut tanda setuju.

Hari itu adalah World Body-Hairless Day atau Hari Bebas Bulu Se-dunia.

Sang Icon

Tuesday, March 23, 2010

Surat Untuk Idola

Kepada Yti (Yang Teridolakan)

Mis. Cinta Laura...

Hai, Cinta. First of all, bolehkah saya memanggil dengan Cinta saja? I hope Cinta akan find-find ajya :D

Cinta, saya suka sekali loh sama Cinta. Soalnya Cinta tuh so talent. Cinta punya niece voice. Dan dance-nya itu loh, two cool!

Sudah begitu, you're style is cool. Kata-katamu selalu jadi trend. Dan wajahmu itu pun kayaknya familiar banget deh! Jujur, saya tak pernah adore artis seperti saya adore Cinta. Soalnya Cinta adorabbel sih.

Saya suka Cinta dari pertama kali Cinta masuk dunia entertain. First time, saya lihat Cinta itu di sinetron Cinta Cinderlela. Saya langsung suka pas liat you're scent waktu jadi babysister. Kalau saya jadi anak-anak yang diasuh sama Cinta, pasti akan fallen in love sama Cinta, abis di sinetron itu Cinta niece banget sih. Nah setelah itu, saya selalu menanti Cinta di televisi deh. Soalnya sinetron-sinetron Cinta education banget!!

Ohya, gimana sih Cin caranya biar bisa jadi kaya kamu? You are so sexy and beauty! Dan badanmu itu loh, so skin!

Yasudah ya Cin, pasti Cinta buzzy. Kalo gitu sampai sini ajya dulu deh my later. Semoga kamu mau replay.

PS: Cinta, boleh dong minta foto kamu, trus jangan lupa di sign in yaa :)

Regrets

-You're vans-

Monday, March 1, 2010

PS. I Love You

Alexander baru membuka matanya jam 11 pagi. Itu hari Minggu, 14 Februari 2010, hari yang orang bule rayakan sebagai hari kasih sayang, yang juga biasa dirayakannya bersama Rebecca, wanita yang telah dinikahinya selama 4 tahun.

Matahari pagi menjelang siang menerobos tirai kamarnya, menerpa wajahnya, memantulkan sinar pada kulit kecoklatannya, membuatnya lebih indah bak jingganya matahari terbenam. Pria berperawakan menawan itu terjaga dengan senyuman lebar. Senyum puas, di hati, dan di alat vitalnya. Rebecca melakukan hal yang semua pria impikan dalam kehidupan intim mereka. Hal yang nakal, manis, menantang, dan dibungkus cantik oleh pita cinta. Malam tadi adalah malam paling tak terlupakan yang ia lewatkan bersama istrinya.

Babe!!” Ia memanggil istrinya dengan sapaan mesra a la mereka. Tapi tak ada sahutan. Rumah bergaya minimalis itu sepi. Ia melongok ke kamar mandi, kosong. Beranjak ke dapur, sepi. Ia meneruskan ke ruang makan, ruang tamu, halaman belakang, lantai atas, semuanya nihil.

Ia nyengir, merasakan pasti istrinya sedang merencanakan sesuatu untuknya. Belanja atau apa lah. Ini kan valentine’s day pikirnya.

Ia memutuskan menghentikan pencarian atas istrinya. Toh dia takkan kemana-mana, pikirnya. Ia kembali ke kamar dan berkaca. Bukan hal yang aneh bagi Al untuk berkaca setiap pagi. Dia melakukan gerakan-gerakan khas binaragawan untuk memeriksa apakah otot-ototnya masih seperti hari kemarin, kencang dan aduhai.

Tiba-tiba pandangannya tertuju pada sesuatu. Didapatinya di meja rias Rebecca di kamarnya, ada sepucuk surat dibungkus amplop berwarna merah merona. Ah istriku sangat romantis, pikirnya sambil meraih surat itu dan membukanya untuk mengeluarkan isinya, serta melirik kata-katanya.

“Kepada suamiku, kekasihku, pujaan hatiku, Alexander.

Happy Valentine’s Day, Babe. Aku bisa menebak, pasti kamu baru bangun jam 11-an. Karena kamu tidur nyenyak sekali tadi. Btw, kamu lucu deh kalau lagi nyenyak tidur begitu.”

Alexander berhenti sampai di situ untuk mengagumi istrinya karena wanita itu benar-benar sangat mengenalnya, sekaligus mengagumi dirinya sendiri karena dia tetap tampan dalam kondisi apapun.

Ia meneruskan membaca lagi.

“Aku sudah membuatkan kamu makan siang, lengkap dengan pencuci mulutnya. Kue coklatnya kusimpan di kulkas ya. Kamu pasti lapar setelah semalaman 'berkegiatan' :).

Kau tau, Babe? Kau itu laki-laki terganteng, terpintar, dan terbaik yang pernah aku temui.”

Alexander berhenti lagi untuk mengagumi dirinya sendiri lagi.

“Karena itulah aku dulu jatuh cinta padamu dan mau menikahimu. Jujur aku mau menjadi istri yang baik, namun pasti masih ada yang kurang. Karena kamu begitu baik, kurasa aku belum bisa menandingi kebaikanmu padaku. Karena itulah aku mencintaimu.

Babe, terima kasih ya untuk semua momen yang pernah kita lewati. Saat kamu nembak aku, melamar aku, dan saat dimana kau menikahi aku. Semuanya tak akan kulupakan begitu saja, karena semuanya begitu indah.

Semua teman perempuanku iri padamu karena kau begitu sempurna untukku. Mereka ingin menjadi di posisiku, demi mendapatkan kau sempurna itu.

Tapi justru karena itulah aku tak merasa pantas mendapatkan dirimu. Kau terlalu baik untukku. Kau berhak mendapatkan yang lain.”

Al terkejut membaca bagian itu. “Apa maksudnya nih?” gumamnya.

“Aku bisa menyangka kau pasti terkejut membaca kalimat tadi. Ya Al, kau terlalu baik bagiku. Kau berhak mendapatkan wanita yang lain, yang lebih baik, yang lebih berdedikasi, yang lebih bisa mencintaimu.

Bukannya aku tak mencintaimu. Hanya saja aku merasa, kalau aku melakukan hal ini terus menerus, aku akan menyiksamu. Dan melihatmu tersiksa, itu akan menyiksaku pula. Dan hal ini akan menyiksaku yang akan menyiksamu”

Al agak bingung membaca bagian itu.

“Kau pasti bingung dengan maksudku. Yang kumaksudkan di sini adalah, aku pergi hari ini, besok, dan seterusnya. Ya, aku meninggalkanmu dengan segala kenangan manis kita, dengan segala cinta kita.

Kau ingat temanku, Debora? Aku pergi bersamanya. Sudah berbulan-bulan ini aku merasakan sesuatu yang berbeda. Aku menemukan apa yang tak bisa kutemukan darimu. Aku menemukan bagian diriku yang hilang.

Dia memang tak sesempurna kamu, tapi dia menyempurnakan hidupku.

Janganlah kau bersedih, karena aku yakin masih banyak wanita lain yang akan bersedia menggantikan posisiku. Janganlah pula kau berusaha menemuiku, karena walaupun kau menemukanku, aku tak akan kembali padamu.

You are the second best that ever happened in my life, Babe!

Love

-Rebecca-

PS: I love you... but I love her a little more”

 

Pink Girlz Blogger Template | Blogger Clicks Design